HUBAYA-HUBAYA!!! MOHON MAAF... UNTUK KALI INI, PERMINTAAN CD DAN DVD ISO LINUX TIDAK BISA DIPENUHI UNTUK SEMENTARA WAKTU... SEKIRANYA ADA KEMUNGKINAN UNTUK MEMENUHI PERMINTAAN, AKAN DIUMUMKAN LEBIH LANJUT... TERIMA KASIH DAN MOHON MAAF UNTUK YANG TELAH MEMESAN ISO LINUX... HARAP MAKLUM... TABIK...

Monarki vs Republik, Indonesia Mau Yang Mana?

Raja Bhumibol Adulyadej dari Thailand

Presiden Republik Korea, Lee Myung-Bak

Siapa yang tak mau jadi raja??? Semuanya pasti mau. Sayangnya, orang Indonesia tidak mungkin jadi raja karena Indonesia bukan negara kerajaan atau monarki. Indonesia adalah negara republik. Banyak orang berkelakar "Jadi raja itu enak, berkuasa sampai mati pun boleh. Tapi kalau presiden, paling lama 2 masa jabatan, sepuluh tahun,". Benar juga, kecuali kalau presiden gila kekuasaan, konstitusi bisa dia ubah supaya dia bisa menjabat seumur hidup. Tapi anaknya belum tentu pula jadi presiden. Sedangkan kerajaan, apabila raja mangkat tampuk kekuasaan diserahkan kepada anaknya.
Pernahkah kamu membayangkan kalau negara kita dipimpin seorang raja??? Sebagian orang pasti mengatakan "Wah, berarti aku tak boleh jadi pemimpin. Ini tak adil". Tapi mungkin sebagian orang juga akan mengatakan "Wah, berarti karena anak pemimpin itu keluarga kerajaan, mereka eksklusif, kita tak boleh berteman dengan mereka,". Jangan berprasangka negatif dulu. Jangan samakan kerajaan-kerajaan sekarang dengan kerajaan di negeri dongeng seperti Cinderella. Era globalisasi menyebabkan semua orang harus berhubungan satu sama lain, termasuk raja juga harus bersentuhan dengan rakyat.
Kerajaan-kerajaan yang ada sekarang pun tidak semuanya memiliki kekuasaan mutlak, tapi kebanyakan kerajaan sekarang adalah kerajaan konstitusional. Kekuasaannya dibatasi konstitusi, dan menganut faham Trias Politica : ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pemimpin eksekutif adalah Perdana Menteri. Jadi, sampai saat ini Raja hanya sebagai simbol kedaulatan negara, tetapi apabila negara dalam kemelut maka rakyat mengharapkan petuah dan rancangan Raja. Bagaimanapun juga, Raja adalah pemimpin rakyat secara tradisional.
Lain halnya dengan Republik. Presiden dipilih oleh rakyat, bisa secara langsung atau tidak langsung. Di beberapa negara, presiden juga hanya sebagai simbol, sedangkan pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri. Di negara lainnya, termasuk Indonesia, presiden menjalankan pemerintahan eksekutif. Salah satu hak istimewa adalah bahwa setiap orang boleh menjadi presiden. Sayangnya, manusia yang semakin dibutakan oleh 3Ta (Harta, Takhta, Wanita) membuat semua orang mencari jalan untuk menjadi presiden, termasuk jalan yang salah.
Indonesia berada dalam kemelut. Marilah kita bersama merenungkan dalam hati, sebenarnya apa tujuan bangsa ini. Dan yang terpenting, apakah sistem pemerintahan yang sekarang ini masih relevan dalam kehidupan kita, renungkanlah.

Karena Penjajah, Kita Terpecah Belah...

Seringkali aku berandai-andai, seandainya penjajah tidak datang ke Nusantara, maka daerah Nusantara atau Melayu Bersatu, yaitu daerah yang termasuk cakupan wilayah Majapahit, tidak akan terpecah-belah. Sejarah memang membuktikan, politik divide et impera atau politik pecah-belah yang dilaksanakan oleh penjajah cukup berhasil. Saat ini, di Nusantara, sudah ada 7 negara berdaulat, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Timor Leste, dan sebagian lain (Melayu Patani) masuk ke dalam wilayah negara Thailand. Andai saja penjajah tidak datang, ketujuh negara tersebut tetap bersatu dalam satu negara yang bernama Majapahit.
Kenapa aku berani menyalahkan penjajah? Ada bukti-bukti sejarah yang nyata. Pulau Timor misalnya, terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan. Sebelah barat dikuasai Belanda (sekarang masuk bagian Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan sebelah timur dikuasai Portugis (sekarang menjadi negara Timor Leste). Padahal keduanya masih berhubungan satu sama lain.
Contoh lain, wilayah Kesultanan Johor-Riau. Johor (termasuk Singapura) dikuasai Inggeris, dan Riau dikuasai Belanda. Begitu juga dengan 9 daerah Melayu yang dikuasai Thailand (Patani, Narathiwat, Yala, Songkhla, Satun, Perlis, Kedah, Kelantan, dan Terengganu). Patani, Narathiwat, Yala, Songkhla, dan Satun akhirnya dikuasai Thailand, sedangkan sisanya diambil alih Inggeris. Padahal mereka masih bersaudara.
Papua, pulau terluas kedua di dunia, diduduki oleh 3 negara : Belanda, Inggeris, dan Jerman. Daerah Papua yang diduduki Belanda kini menjadi Provinsi Papua, sedangkan yang diduduki Inggeris dan Jerman bergabung membentuk negara Papua New Guinea (PNG). Kalimantan, pulau terluas setelah Papua, dibagi 2 wilayah menjadi wilayah kekuasaan Inggeris (Sabah, Brunei, dan Sarawak) dan Belanda (Kalimantan milik Indonesia), walaupun akhir-akhir ini ada berita mencuat bahwa Sabah sebenarnya milik Filipina.
Itulah bentuk kelicikan penjajah. Karena itulah, aku kagum ketika Soekarno tanpa malu-malu menentang segala bentuk penjajahan pada Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung, walaupun sebenarnya sudah terlambat. Kalau ingin menentang penjajahan, seharusnya pada zaman Majapahit, sebelum negeri kita terpecah belah. Bila negara kita bersatu, bukan tidak mungkin kita boleh menjadi negara adikuasa, mengalahkan Amerika Serikat.
Bagaimanapun, nasi sudah menjadi bubur, dan segalanya tak bisa dikembalikan. Sekarang ini kita harus hadapi kenyataan, Nusantara terbagi-bagi dan negara-negara di dalamnya saling bersaing satu sama lain. Nasib baik, Indonesia masih luas dan kokoh. Mudah-mudahan kita tak terpecah belah. Karena kita kini tinggal di Indonesia, maka negara inilah yang kita majukan dan kita perbaiki, walaupun sebenarnya, fantasi tentang Nusantara yang satu masih terngiang di ingatan...

Haiti Dilanda Duka...

Bumi kembali berguncang. Kalau beberapa bulan silam negara kita yang dilanda gempa hebat, beberapa hari yang lalu, 12 Januari 2010, sebuah negara kecil dan miskin di gugusan Karibia diguncang gempa hebat yang diperkirakan mencapai lebih dari seratus ribu orang.
Haiti. Itulah nama negara itu. Mungkin cukup asing bagi telinga orang Indonesia. Maklum saja, selain letaknya yang sangat jauh dan luasnya yang kecil, Haiti juga tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Terakhir kali aku mendengar berita tentang Haiti (sebelum gempa) adalah bahwa sebagian rakyatnya yang terhimpit kemiskinan terpaksa makan tanah. Makan tanah??? Aku tidak bohong, beritanya bisa dilihat di sini. Padahal di Indonesia, semiskin-miskinnya manusia masih berusaha untuk mencari sesuap nasi atau makanan pokok lainnya.
Haiti memang negara miskin. Pendapatan per kapitanya sekitar US$800 (di bawah Indonesia, US$2200). Karena itulah ketika gempa melanda, negara itu seperti mati suri. Bukan apa-apa, pusat gempa dekat sekali dengan ibukota Haiti (Port Au Prince), sekitar 12 km. Banyak bangunan, termasuk istana presiden, rusak parah. Mereka tak bisa menanggulanginya sendiri, dan harus mendapatkan pertolongan dari negara lain. Yang pertama kali bertindak ialah PBB dan Amerika Serikat.
Walaupun negara kita belum sepenuhnya pulih dari bencana gempa yang melanda beberapa masa silam, tak ada salahnya untuk membantu Haiti. Jangan hanya kita yang ditolong, tapi kita tak mau membantu negara lain. Apalagi bencana ini adalah bencana skala internasional. Bila tak mampu menyokong harta dan tenaga, membantu dalam doa pun berguna. Semoga Tuhan melindungi Haiti dan Haiti boleh kembali bersenyum...

Lapenge Terebe Kelate...

Aku yakin gambar di atas adalah palsu, tapi lucu juga untuk dilihat. Gambar di atas adalah petunjuk arah di lapangan terbang yang telah diubah ke dalam loghat Kelantan atau kecek Kelate, walaupun kalau kulihat sepertinya petunjuk di atas terdapat di Lapangan Terbang Antarabangsa Kuala Lumpur atau KLIA.
Prekso dale berarti "periksa dalam". Ini adalah terjemahan kacau dari kata bahasa Inggris "check in" (check=periksa, in=dalam). Setahuku bahasa Indonesia atau Melayu yang benar adalah "pendaftaran ulang". Kapa trebe belepah maksudnya "kapal terbang berlepas". Mestinya singkat saja "belepah" atau "pelepahe" (perlepasan). Di Indonesia "keberangkatan".
Nok tanyo gapo? artinya "Nak tanya apa?". Bahasa Melayu yang benar adalah "maklumat" atau "informasi". Sedangkan Slamak Jale maksudnya "selamat jalan". Maksudnya di viewing gallery itu orang-orang boleh mengucapkan selamat jalan kepada orang terkasih yang ada di dalam pesawat. Lapa peruk atau "lapar perut", maksudnya menyuruh orang pergi ke restoran kalau perut lapar.
Unik juga ya. Untung belum ada yang ubah gambar ini ke bahasa Betawi atau bahasa Melayu Palembang, pasti lucu juga. Silakan komentar.

Obituari 2009 : 3 Mantan Presiden Hebat Pergi...

Tiga tokoh favoritku yang merupakan mantan presiden di negara masing-masing, yaitu Corazon Aquino (Filipina), Kim Dae-Jung (Korea Selatan), dan Abdurrahman Wahid (Indonesia), meninggalkan kita untuk selamanya.
Corazon Aquino dipanggil Tuhan pada tanggal 1 Agustus 2009 pada usia 76 tahun, setelah menderita kanker untuk beberapa lama. Wanita ini aku banggakan karena gerakan yang ia canangkan bagi menumbangkan presiden Filipina yang berkuasa pada saat itu, Ferdinand Marcos, yang dianggap sebagai "penjahat perang". Gerakan itu pula yang menginspirasi mahasiswa kita bagi meluncurkan gerakan serupa pada tahun 1998 untuk menumbangkan Presiden Soeharto. Ia menjadi Presiden Filipina selama tahun 1986-1992.
Kim Dae-Jung wafat pada tanggal 18 Agustus 2009 pada usia 83 tahun, setelah lama menderita sakit dan terpaksa harus duduk di kursi roda. Aku membanggakan orang ini atas dedikasinya untuk mewujudkan perdamaian abadi di Semenanjung Korea. Atas dasar itulah ia mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2000. Ia memerintah Republik Korea selama tahun 1998-2003.
Abdurrahman Wahid wafat pada tanggal 30 Desember 2009 pada usia 69 tahun, ketika khalayak tengah bersiap merayakan pergantian tahun. Ia merupakan Presiden Republik Indonesia selama tahun 1999-2001, dan dikagumi karena semangatnya dalam membangun persaudaraan antar seluruh masyarakat Indonesia yang berbilang kaum.
Berikut adalah video obituari:

Filipina berkabung

Korea berkabung

Indonesia berkabung