"Apa terjadi ni???" Begitulah kurang lebih kalimat keheranan yang terucap dari banyak mulut penduduk Indonesia.
Bayangkanlah, bertubi-tubi bencana demi bencana menimpa negara ini. Beberapa waktu lalu bencana menerpa Wasior, Papua Barat. Selanjutnya, gempa dan tsunami menerjang Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Pada hari yang sama, ibukota negara, Jakarta, dilanda banjir dahsyat yang melumpuhkan aktivitas warganya. Dan terakhir, Gunung Merapi, pusat kosmologi masyarakat Jawa yang cukup dikeramatkan itu, memuntahkan laharnya dan menghabisi nyawa ratusan orang serta melahap ribuan rumah dan harta-hartanya.
Cukup mengenaskan sebenarnya. Oh, bukan cuma itu bencana yang ada di negara kita sekarang ini, tapi juga "bencana" lain. Ketika bencana melanda, anggota Sri Dewan negara kita malah "pelesir" ke negara-negara luar. Dan yang terbaru, Gubernur Sumatera Barat malah berangkat ke Jerman untuk memenuhi agendanya. Apakah elok, ia bergembira ria dan bergegap gempita sedangkan warga di Mentawai, wilayah jajahannya sendiri, terlunta-lunta akibat dampak tsunami???

Ada apa ini??? Atau cakap Melayu kampung, "Apa terjadi ni???". Kenapa semua ini bisa terjadi??? Simpel saja : negara kita adalah negara yang rawan bencana.
Itu saja??? Jelas. Tak usah dengarkan orang-orang yang bilang kalau negara kita akhir-akhir ini ditimpa bencana karena Tuhan sedang murka, atau karena manusia sudah keterlaluan, manusia sudah tidak bersahabat dengan alam, atau karena korupsi merajalela di negara kita, dan lain lain lain lain lain lain lain lain(tak terhingga)-nya. Apalagi kalau menghubungkan dengan hal-hal yang berbau klenik, mistis, tidak masuk akal, sudahlah. Tak guna.
Lalu sebagai manusia yang ber-Tuhan dan beriman, kita mesti bertanya-tanya, kenapa Ia memberikan ujian ini semua kepada kita??? Aku bukan Tuhan, dan aku juga tak bisa mendengar suara Tuhan, jadi aku tak tahu. Tapi, mungkin saja sebenarnya :

  • Tuhan ingin mengingatkan kita bahwa kita sekarang tinggal di negara Indonesia, sebuah negara yang dijuluki sebagai "ring of fire" atau "cincin api". Tempat di mana gunung berapi berbaris, tempat di mana 3 kerak benua bertemu, dan keduanya memiliki hubungan yang terkait. Jadi, kita harus bersiap dan waspada.
  • Tuhan ingin menunjukkan kekuasaan dari alam yang Ia ciptakan. Bahwasanya alam tidak selalu seperti yang kita bayangkan. Daratan tidak selalu diam, lautan tidak selalu tenang seperti kaca. Alam juga melakukan proses seperti halnya makhluk hidup, walaupun pasif.
Jadi, sekarang apa yang harus kita lakukan??? Jelaslah, bantu mereka!!! Bantu saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, dalam bentuk apapun. Bisa dalam bentuk uang atau benda konkrit langsung, misalnya pakaian, selimut, dan lainnya, tapi dua itu aku rasa penting untuk mereka. Cara lain, jadi relawan langsung ke lokasi bencana. Jangan lupa, mereka juga membutuhkan bantuan secara psikis. Mereka juga butuh penguatan karena mental mereka sudah jatuh saat bencana terjadi.
Bagi kita yang lain, ada baiknya kita bersiap siaga, karena gempa bumi dan gunung meletus itu sebenarnya cukup dekat dengan kehidupan kita. Akhir-akhir ini sudah banyak lembaga yang mengadakan simulasi gempa mendadak. Semestinya demikian. Begitu juga kita memerlukan pedoman dan pengarahan mengenai kesigapan bencana. Untuk hal ini, kita harus mencontoh Nippon yang cukup sigap dalam menghadapi bencana, karena memang negara tersebut pun rawan bencana. Mungkin masalah kesigapan ini juga perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Teknologi ke-bencana-an juga harus dioptimalkan.

Pada kesempatan ini, izinkan aku menyampaikan sedikit kegundahanku. Ada orang yang aku khawatirkan di tengah bencana ini.
Mereka adalah keluarga yang menjadi keluarga angkatku selama 5 hari pada 2 tahun silam di daerah Desa Krinjing, Kec. Dukun, Kab. Magelang. Masa itu, aku dan kawan-kawan sekolahku mengikuti rancangan tinggal di desa untuk lebih dekat dengan masyarakat kita. Aku, bersama seorang temanku yang lain, tinggal di dalam keluarga tersebut dan aku merasa sudah seperti bagian dari keluargaku sendiri. Tidur sebantal, makan sepinggan.
Nama kepala keluarga itu adalah Bapak Purwowinarto. Istri beliau bernama Ibu Daryatni. Mereka berdua memiliki 2 orang anak yang sudah berumahtangga dan tak tinggal bersama mereka lagi, dan satu anak bungsu mereka bernama Barnabas Yuswardi yang masih tinggal bersama mereka. Mereka tinggal di Dusun Dadapan, Desa Krinjing, Kec. Dukun, Kab. Magelang. Alamat persisnya aku tak tahu.
Ketika aku mendengar kabar meletusnya Gunung Merapi, jujur, pikiranku langsung tertuju kepada keluarga ini. Aku betul-betul mengkhawatirkan mereka. Berita di media massa sepertinya tak meliput keadaan di wilayah itu. Aku cari-cari telepon gereja (Gubug Selo Merapi) yang dahulu menyelenggarakan rancangan tinggal di desa itu, juga tak dapat.
Bagi sesiapa yang tahu kabar mereka, atau mungkin kenal mereka, tolong bantu aku. Silakan tulis di komentar postingan ini atau di shoutbox. Aku ucapkan terima kasih dan sembah sepuluh jari atas bantuannya.