CERITA :
Ini kisah tentang seorang anak jalanan bernama Rindu atau Purnama (entahlah siapa nama sebenarnya, kadang orang panggil Rindu kadang pula orang panggil Purnama). Rindu dan kawan-kawannya sedang mengamen di jalan (kalau aku boleh tebak, di kolong Jalan Layang Ir Wiyoto Wiyono, Jakarta), tiba-tiba ia tertabrak oleh sebuah mobil yang dikendarai oleh seorang kaya yang bernama Surya dan supirnya, Pak Pur (macam nama guru SMA-ku dulu). Surya lepas tanggung jawab, ia lari dengan taksi menuju kantor. Pak Pur yang merasa iba pun memutuskan untuk mengasuh Rindu yang terkena geger otak ringan.
Surya tak senang dengan keadaan Rindu. Ia tak ingin ada orang asing tinggal di rumahnya, dan memaksa Pak Pur dan istrinya untuk mengembalikan Rindu ke tempat asalnya secepatnya. Sayang, Pak Pur tak tahu di mana tempat Rindu tinggal, ditambah lagi Pak Pur merasa melihat Rindu macam melihat anak sendiri karena Pak Pur dan istrinya sudah berpuluh-puluh tahun tak punya anak kandung.
Rindu berasal dari sebuah kampung permukiman kumuh di Jakarta Utara. Di situ ia dididik oleh seorang pembimbing yang bernama Sarah. Ketika Rindu hilang, warga sekampung sibuk mencari, tapi tak jumpa-jumpa. Adiknya, Akbar, sangat menantikan kehadiran kakaknya dan selalu menangis setiap malam.
Di tempat lain, tersebutlah Monik, anak dari Pak Roy, presiden direktur di tempat Surya bekerja. Monik sudah lama berhubungan akrab dengan Surya. Monik tengah mengurus sebuah proyek pembangunan apartemen mewah yang rupa-rupanya akan dibangun di kampung tempat Rindu tinggal. Surya tak tahu akan hal ini.
Karena Pak Pur tak berhasil mengembalikan Rindu, Surya memutuskan untuk mengembalikannya sendiri. Ia membawa Rindu ke rumah sakit dengan harapan Rindu cepat sembuh dan bisa langsung pulang. Saat di rumah sakit, Rindu menghilang dan Surya tambah panik.
Berkat lukisan-lukisan yang digambar oleh Rindu, Surya bisa perlahan-lahan mendapat petunjuk untuk mencari Rindu, termasuk menemuka di mana ia tinggal. Akankah Rindu berhasil ditemukan? Bagaimana dengan nasib kampung Rindu yang terancam digusur? Silakan tonton sendiri di bioskop terdekat.

REVIEW :
Aku sebenarnya terpancing untuk menonton filem ini karena promosinya yang cukup gencar dengan label "filem keluarga". Di antara banyaknya filem Indonesia bertema horor atau percintaan saat ini, Rindu Purnama memberi penyegaran. Ditambah lagi sutradaranya, Mathias Muchus, memang adalah salah satu idolaku. Ini merupakan filem pertamanya.
Tapi ekspektasi berlebih memang selalu salah. Aku kira filem ini akan sempurna, ternyata tidak juga. Ceritanya bagus, tapi penggambaran ceritanya itu kurang mengena di hati. Padahal dalam pembuatan filem penggambaran itulah yang penting, bukan ceritanya.
Ada beberapa hal yang mengganjal di filem ini. Contohnya, bagaimana bisa Pak Pur dan Surya tak tahu lokasi di mana Rindu tertabrak? Padahal itu bisa menjadi petunjuk untuk mencari tempat tinggal Rindu. Ini tidak, Surya baru tahu tempat Rindu tinggal dari lukisan yang digambar oleh Rindu.
Selain itu, ceritanya tergolong sempit dan sebenarnya bisa lebih luas dikembangkan. Bagaimana Surya bisa tak suka ada anak-anak di rumahnya, sebenarnya bisa digambarkan atau diterangkan di filem ini. Lalu Monik itu siapa, apa yang membuat ia bisa seperti itu. Masih banyak hal-hal lain. Aku terpaksa karang-karang sendiri ceritanya.
Dan yang paling mengganjal, akhir ceritanya menggantung. Aku kurang suka dengan filem yang akhir ceritanya menggantung dan kita sebagai penonton harus tebak-tebak buah manggis bagaimana ujung ceritanya, sama macam filem Hello Stranger yang aku tonton kemarin.
Tapi setidaknya, filem ini punya penggambaran yang bagus tentang jenjang antara si miskin dan si kaya, dan juga antara permukiman kumuh dan permukiman mewah. Satu gebrakan yang baik oleh Mathias Muchus. Lain kali sebaiknya lebih disempurnakan lagi.
Aku beri nilai 7 dari 10.

Ada sedikit yang terpikir di otak aku, yaitu mengenai akhir dari filem ini. Di akhir filem ini, permukiman kumuh itu tetap dipertahankan dan bebas dari penggusuran.
Kalau menurut aku, penghuni permukiman kumuh seperti Rindu dan kawan-kawannya memang harus dipindahkan ke tempat yang lebih layak, ke rumah susun misalnya. Jangan sampai mereka tetap bertahan dengan kondisi seperti itu, atau malah sebaliknya, rumah mereka digusur untuk kepentingan pembangunan dan mereka tak punya tempat tinggal.
Jakarta membutuhkan pemandangan yang bagus sebagai Global City, dan permukiman kumuh seperti itu cukup mengganggu. Berkaca dari kota-kota modern di dunia, pusat kota mereka sudah tak ada perkampungan dan sudah ditumbuhi oleh gedung-gedung perkantoran dan apartemen atau rumah susun. Idealnya, pembangunan kota itu sekarang mengarah ke atas, bukan ke samping. Jadi stop pembangunan kavling perumahan dan mulailah ke pembangunan gedung bertingkat. Sisa ruang bisa dipakai untuk taman atau hutan kota. Di gedung-gedung itu pun harus diberi tanaman agar lingkungan tidak cemar dan tetap hijau.
Untuk hal ini, kita harus belajar dari China. Mereka menghancurkan perkampungan yang sudah tak sedap dipandang dan membangun perkampungan baru yang lebih layak di tempat yang sama.
Sayangnya pemerintah kita tidak peka dengan masalah ini. Mereka menggusur, tapi tak memberi ganti untuk para penduduk tergusur. Semoga mata mereka tercelikkan.