Akhir-akhir ini kasus KPK tengah menjadi bahan percakapan menarik di antara masyarakat. Kasus ini dimulai dari ditahannya Ketua KPK Antasari Azhar karena diduga ia telah menjadi dalang pembunuhan Nasruddin Zulkarnain, seorang pengusaha yang mati ditembak di dalam mobilnya setelah bermain golf. Nah, dalam masa penahanannya itu Antasari membuat sebuah testimoni yang menyatakan bahwa petinggi KPK telah menerima suap dalam penanganan salah satu kasus dugaan korupsi.
Sejak itulah polisi mengadakan penyidikan lebih lanjut di dalam KPK, dan tak lama kemudian menahan dua orang petinggi KPK iaitu Bibit Samad Riyanto (disingkat BSR) dan Chandra Hamzah (CH). Dengan ditahannya dua petinggi KPK itu, maka otomatis kepemimpinan KPK kosong. Kosong melompong! Dan sudah pasti koruptor menari-nari. Baru setelah itu diangkatlah pelaksana sementara ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.
Apakah masalah selesai? Belum. Tak lama kemudian beredarlah transkrip pembicaraan yang mengindikasikan adanya rekayasa dalam kriminalisasi BSR dan CH. Yang makin membuat resah, nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut-sebut dalam rekaman itu. Presiden pun berbicara, tetapi dianggap tidak menyelesaikan masalah. Sedangkan masyarakat menginginkan kasus ini diusut secara tuntas agar kerja KPK dalam mengusut kasus korupsi tidak berhenti di tengah jalan.

Masalah semakin pelik ketika polisi tetap bertekad untuk menahan petinggi KPK. Masyarakat pun menyalahkan polisi dan berniat melawan polisi. Sebagian orang mengumpamakan konflik antara KPK dengan polisi sebagai perang antara "cicak" lawan "buaya". Saat presiden bertindak, presiden diumpamakan sebagai "biawak". Ada-ada saja. Lihatlah gambar pada postingan di atas.
Polisi pun berbicara ketika keadaannya makin tersudut. Kapolri Jenderal Bambang Hendarso mengungkapkan, semua yang kepolisian lakukan adalah bagi membesarkan KPK, dan tidak pernah ada konflik yang berarti antara polisi dengan KPK. Ditambahkannya, media dan masyarakat jangan menaruh stigma negatif kepada Polri, karena Polri tengah berbenah. Memang kita tahu bahwa Polri sudah lama dicap sebagai instansi paling korup di Indonesia.

Bagiku pribadi, pasti ada pihak yang memasang jebakan. Ia tak suka kerja KPK semakin baik, karena jika kerja KPK baik maka korupsi makin tak boleh bergerak bebas. Memang kita dilarang untuk berburuk sangka, tapi apa salahnya kita menaruh curiga, karena dengan curiga itulah kita bisa berwaspada.
Sebagian temanku menyalahkan Presiden dan menganggapnya dalang dari semua ini. Presiden tak boleh disalahkan di sini, tapi hendaknya beliau konsisten dan ikut mendukung pengusutan. Bukan justru mempersulit masalah. Jika kasus ini semakin lama semakin ditunda penyelesaiannya, bukan tidak mungkin akan ada kekuatan rakyat yang menuntut Presiden mundur.
Jadi siapa yang salah? Hanya Tuhan yang tahu. Mari kita semua memohon petunjuk kepadaNya. Hanya kepadaNya saja kita berlindung...