Semakin waktu sepertinya semakin banyak saja ujian yang datang kepada bangsa ini. Belum segenap 100 hari Seri Paduka Baginda Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ibni R Soekotjo memerintah negara ini, beberapa masalah mulai menerpa. Di antaranya adalah kasus Century Bank yang diduga menguapkan uang sebesar Rp4,3 Triliun, kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain yang diduga didalangi oleh Ketua KPK Antasari Azhar, dan juga rencana-rencana DPR kita yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat, seperti pengadaan mobil dinas dan renovasi pagar istana. Belum lagi masalah kemiskinan yang masih saja dijumpai di sekitar kita.
Ketidakpuasan masyarakat pun berpuncak pada unjuk rasa besar-besaran dalam rangka memperingati 100 hari memerintahnya Tuanku Presiden, pada tanggal 28 Januari yang lalu. Seakan-akan dalam 100 hari belum ada karya-karya yang dilakukan Tuanku Presiden dan Tuanku Wakil Presiden terhadap kesejahteraan bangsa Indonesia. Maklum saja, 100 hari yang seyogyanya dilakukan untuk menuntaskan seluruh program kerja, gagal karena diserang kasus-kasus tadi. Sebenarnya salah juga apabila masyarakat menganggap program itu adalah program 100 hari, karena Tuanku Presiden telah memimpin kita selama 5 tahun, dan setelah memenangkan pemilihan presiden dilanjutkan dengan 100 hari, jumlahnya adalah 1925 hari.
Ternyata selain masalah-masalah yang mengemuka yang biasa ditayangkan di televisi, ada sebenarnya masalah lain yang mungkin saja bisa mengancam persatuan bangsa, yaitu judicial review atau peninjauan ulang terhadap undang-undang yang menyatakan bahwa seluruh pihak yang mengajarkan ajaran sesat atau menyimpang dari ajaran agama yang sebenarnya, akan ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Seakan-akan undang-undang ini membelenggu keyakinan seseorang. Padahal, keyakinan atau kepercayaan adalah urusan kita dengan Tuhan, dan sepatutnya pihak-pihak lain (termasuk negara) membelenggu kebebasan tersebut. Salah satu yang paling banyak disorot adalah Ahmadiyah. Pemerintah Pakistan mungkin agak sedikit cerdas dalam hal ini. Mereka memilih mengeluarkan Ahmadiyah dari ajaran Islam dan menganggap pemeluk Ahmadiyah bukan pemeluk Islam. Selain untuk menghindari kekacauan, juga didasari kenyataan bahwa Ahmadiyah tidak menganggap Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir.
Seharusnya memang pemerintah tidak perlu ikut campur urusan agama. Biarlah agama hanya urusan kita dengan Tuhan. Pemerintah juga seharusnya mengakomodasi rakyatnya dalam memeluk suatu kepercayaan, dan juga jangan hanya mengakui 6 agama resmi saja, padahal agama di dunia ini ada lebih dari ratusan. KTP juga lebih baik jangan mencantumkan agama. Biarlah masalah agama ditangani oleh organisasi-organisasi resmi saja, seperti MUI untuk Islam dan PGI untuk Kristen. Departemen Agama dibubarkan saja, apalagi sudah lama departemen ini dirundung masalah korupsi.
Pemerintah saat ini tengah diuji. Banyak masalah-masalah kronis yang ada di dalam negara dan pemerintahan kita, yang paling terutama sekali masalah korupsi yang tidak ada habis-habisnya. Kita sebagai rakyat seharusnya membantu pemerintah kita sesuai kemampuan kita untuk membawa Indonesia menuju keadaan yang lebih baik dan bebas dari masalah...
0 komentar:
Posting Komentar