Salah satu peninggalan kebudayaan bangsa Indonesia adalah senjata tradisional. Zaman dahulu kala, bangsa kita selalu dirundung perang. Perang saudara, perang antar kampung, perang antar kerajaan, dan yang paling berkesan adalah perang melawan penjajah, bangsa lain yang bernafsu menduduki Nusantara. Setelah kemerdekaan Indonesia, sudah semakin sedikit perang yang terjadi. Apalagi salah satu misi negara kita adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia. Lalu, mengapa senjata tradisional masih ada?
Di tengah era globalisasi, di mana manusia dituntut untuk dekat satu sama lain dan menghindari perang dan perselisihan, senjata tradisional kehilangan peran aslinya sebagai alat untuk bertempur. Bagaimanapun, kita tidak boleh lepas dari budaya peninggalan leluhur. Keris, misalnya. Sampai saat ini masih ada saja yang percaya bahwa keris itu memiliki jimat, tuah, atau bisa mendatangkan keberuntungan. Padahal di tengah masyarakat kita yang religius dan juga semakin canggih, sangat sedikit orang yang akan percaya dengan hal itu. Kita sebaiknya percaya kepada Tuhan saja.
Walaupun begitu, aku juga agak prihatin dengan makin maraknya tindak kejahatan yang terjadi selama ini. Kalau aku melihat berita-berita pembunuhan di televisi, sebagian senjata-senjata yang disita polisi adalah senjata tradisional, seperti celurit, parang, atau badik, selain senjata modern seperti pistol atau granat. Perang memang sudah tidak ada lagi, tapi kejahatan yang melibatkan perseorangan justru semakin banyak, dan senjata tradisional makin kehilangan fungsinya, dari pembela kebenaran menjadi pembela kejahatan.
Manusia harus cinta damai dan mewujudkan perdamaian. Tapi senjata tradisional harus tetap dijaga. Selain agar kebudayaan kita tidak punah, juga sebagai penghargaan terhadap leluhur kita yang sedari dulu telah mati-matian bertempur untuk menjaga kedaulatan negara kita dari tangan para penakluk. Nikmatnya sudah kita rasakan sekarang ini, kita tinggal di negara yang merdeka, walaupun masih banyak masalah...