Seringkali aku berandai-andai, seandainya penjajah tidak datang ke Nusantara, maka daerah Nusantara atau Melayu Bersatu, yaitu daerah yang termasuk cakupan wilayah Majapahit, tidak akan terpecah-belah. Sejarah memang membuktikan, politik divide et impera atau politik pecah-belah yang dilaksanakan oleh penjajah cukup berhasil. Saat ini, di Nusantara, sudah ada 7 negara berdaulat, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Timor Leste, dan sebagian lain (Melayu Patani) masuk ke dalam wilayah negara Thailand. Andai saja penjajah tidak datang, ketujuh negara tersebut tetap bersatu dalam satu negara yang bernama Majapahit.
Kenapa aku berani menyalahkan penjajah? Ada bukti-bukti sejarah yang nyata. Pulau Timor misalnya, terbagi menjadi dua wilayah kekuasaan. Sebelah barat dikuasai Belanda (sekarang masuk bagian Provinsi Nusa Tenggara Timur) dan sebelah timur dikuasai Portugis (sekarang menjadi negara Timor Leste). Padahal keduanya masih berhubungan satu sama lain.
Contoh lain, wilayah Kesultanan Johor-Riau. Johor (termasuk Singapura) dikuasai Inggeris, dan Riau dikuasai Belanda. Begitu juga dengan 9 daerah Melayu yang dikuasai Thailand (Patani, Narathiwat, Yala, Songkhla, Satun, Perlis, Kedah, Kelantan, dan Terengganu). Patani, Narathiwat, Yala, Songkhla, dan Satun akhirnya dikuasai Thailand, sedangkan sisanya diambil alih Inggeris. Padahal mereka masih bersaudara.
Papua, pulau terluas kedua di dunia, diduduki oleh 3 negara : Belanda, Inggeris, dan Jerman. Daerah Papua yang diduduki Belanda kini menjadi Provinsi Papua, sedangkan yang diduduki Inggeris dan Jerman bergabung membentuk negara Papua New Guinea (PNG). Kalimantan, pulau terluas setelah Papua, dibagi 2 wilayah menjadi wilayah kekuasaan Inggeris (Sabah, Brunei, dan Sarawak) dan Belanda (Kalimantan milik Indonesia), walaupun akhir-akhir ini ada berita mencuat bahwa Sabah sebenarnya milik Filipina.
Itulah bentuk kelicikan penjajah. Karena itulah, aku kagum ketika Soekarno tanpa malu-malu menentang segala bentuk penjajahan pada Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung, walaupun sebenarnya sudah terlambat. Kalau ingin menentang penjajahan, seharusnya pada zaman Majapahit, sebelum negeri kita terpecah belah. Bila negara kita bersatu, bukan tidak mungkin kita boleh menjadi negara adikuasa, mengalahkan Amerika Serikat.
Bagaimanapun, nasi sudah menjadi bubur, dan segalanya tak bisa dikembalikan. Sekarang ini kita harus hadapi kenyataan, Nusantara terbagi-bagi dan negara-negara di dalamnya saling bersaing satu sama lain. Nasib baik, Indonesia masih luas dan kokoh. Mudah-mudahan kita tak terpecah belah. Karena kita kini tinggal di Indonesia, maka negara inilah yang kita majukan dan kita perbaiki, walaupun sebenarnya, fantasi tentang Nusantara yang satu masih terngiang di ingatan...