Kawan-kawan silakan berkunjung ke blog ini : http://vienna-pyongyang.blogspot.com. Aku beberapa hari yang lalu membaca blog tersebut dan aku mendapatkan cerita yang cukup menarik, yaitu bagaimana dua orang sahabat kita dari Austria yang bernama Helmut dan seorang lagi dari Swiss yang bernama Oliver melakukan perjalanan menuju Korea Utara, sebuah negara paling misterius di dunia dan sebuah destinasi yang "tidak biasa", dan rupanya mereka pun masuk ke negara itu melalui jalur yang "tidak biasa".
Mereka melakukan perjalanan dengan kereta api. Ya, kereta api. Memang sahabat kita Helmut ini adalah seorang pekerja di syarikat kereta api Austria sana, dan memang dia tertarik dengan dunia perkeretaapian. Tapi melakukan perjalanan lintas benua menggunakan kereta api memang cukup unik. Helmut dan Oliver, sahabat yang juga pekerja syarikat kereta api di Swiss, menghabiskan 22 hari perjalanan Austria-Slovakia-Ukraina-Rusia-Korea Utara-China-Austria. Dan ternyata mereka pulang dari Beijing dengan pesawat terbang, bukan kereta api. Bayangkan kalau naik kereta api, bisa lebih lama lagi.
Tidak hanya itu, mereka pun menghabiskan uang sekitar 3.100 Euro (sekitar 33 juta Rupiah). Astaga.

Bukan di situ saja keunikannya. Mereka masuk melalui pintu masuk Korea Utara yang menurut kabar hanya boleh dilintasi oleh warga Korea Utara dan warga Rusia. Warga negara lain, apabila masuk ke Korea Utara dengan kereta api, biasanya masuk melalui Dandong, China. Jadi hanya ada dua pintu masuk ke Korea Utara : Dandong-Sinuiju dan Lapangan Terbang Internasional Sunan, Pyongyang.
Tapi sahabat kita ini masuk melalui Khasan, Rusia, dan Tumangang, Korea Utara. Jalur ini tertutup untuk warga negara selain Korea Utara dan Rusia. Kenyataannya mereka bisa lolos masuk tanpa kekurangan suatu apapun, walaupun pada akhirnya masuknya mereka melalui jalur yang "tidak biasa" membuat biro wisata di Korea Utara (KITC) kelabakan dan mulai melarang secara ketat warga negara asing masuk melalui Khasan atau Tumangang.

Berwisata di Korea Utara tidak selamanya senang. Selama perjalanan di luar hotel, wisatawan akan selalu didampingi oleh pemandu wisata dari biro KITC di Korea Utara. Selain memandu wisatawan, tugas utama mereka adalah mengawasi jangan sampai para wisatawan melakukan tindakan apapun yang mencoreng nama Korea Utara di dunia internasional. Karena itulah wartawan dilarang masuk Korea Utara. Kita pun semua tahu kalau di Korea Utara banyak sekali peraturan dan batasan yang mengekang kebebasan warga negaranya. Kalau mau dijabarkan di sini, terlalu panjang.
Tapi sahabat kita ini bisa menuturkan apa yang mereka lihat dengan mata dan kepala mereka sendiri di Korea Utara, terutama selama perjalanan mereka dengan kereta api, yang mana pastinya mereka tak diawasi oleh siapapun. Setidaknya kita mendapatkan sedikit pencerahan tentang apa yang berlaku di sana, karena berita yang selama ini beredar juga belum tentu bisa dipercaya. Apa yang disampaikan oleh media dari Korea Utara tentunya hanyalah propaganda semata dan hanya boleh menunjukkan hal-hal yang positif dari negara itu. Sebaliknya, berita dari negara Barat juga bisa jadi hanyalah propaganda mereka untuk menjatuhkan Korea Utara yang telah lama mereka anggap sebagai musuh atau ancaman.
Jadi memang Korea Utara bukan negara yang menyenangkan untuk wisatawan. Bahkan telepon seluler pun dilarang di sana. Jadi telepon seluler kita akan dibungkus, lalu disegel, dan baru boleh dibuka ketika kita akan meninggalkan Korea Utara. Telepon seluler saja dilarang, apalagi internet. Gambaran selengkapnya bisa dibaca di blog yang sudah aku tulis linknya di atas.

Helmut (kiri) dan Oliver (kanan) di depan gerbong kereta api Moscow-Pyongyang

Helmut ternyata senang berwisata. Selain di Pyongyang, ia pun telah menulis blog perjalanannya di tempat lain, seperti berkeliling Eurasia dan menuju Iran melewati Pegunungan Kaukasus. Tapi memang harus diakui, perjalanan ke Korea Utara ini adalah perjalanan yang paling menantang dan mengesankan baginya.
Setelah aku membaca blognya, aku pun meninggalkan komentar singkat. Aku mengajaknya untuk berkunjung ke Indonesia, sebuah negara yang indah dan pas untuk berwisata. Dan ternyata ada juga beberapa orang yang memintanya berkunjung ke Indonesia. Tapi aku mengajaknya melewati jalur yang tidak biasa juga, yaitu dengan kereta api jalur Eurasia, masuk ke Malaysia, Singapura, dan dari Singapura bisa naik kapal ferry menuju Batam. Aku tak tahu apakah ada jalur langsung dari Malaysia menuju jalur utama kereta api Eurasia, tapi sepertinya ada. Dan karena dia menyukai kereta api, tentulah aku mengajaknya melihat kereta api di negara ini.
Sayang memang, tidak ada jalur kereta api langsung dari Indonesia ke negara lain. Apa boleh buat, negara kita terpisah laut dengan negara lain. Kalau ada, kan enak, naik kereta api dari sini ke Rusia atau Jerman misalnya. Lebih enak naik kereta api lah, bisa tidur, main laptop, lihat pemandangan. Kalau naik pesawat terbang, sudah mahal, banyak aturannya pula. Memang lebih cepat, tapi kurang nyaman.
Helmut pun mengatakan demikian. Di akhir ceritanya, ketika pada akhirnya ia harus pulang dari Beijing ke Dusseldorf dengan pesawat terbang, dia bilang "lebih enak sepekan di dalam kereta api daripada 10 jam di pesawat terbang kelas ekonomi".

Yah, semoga kisah Helmut dapat memberi gambaran kepada anda mengenai kondisi di Korea Utara. Helmut juga berpesan, sebaiknya jangan masuk Korea Utara melalui Khasan atau Tumangang, kecuali anda memang nekat seperti dia.